Cerita tentang Apresiasi

Suatu ketika ada seorang pemuda yang melamar pekerjaan untuk menjadi manajer pada perusahaan besar di Jakarta. Pemuda tersebut baru saja lulus dari kuliahnya dengan nilai akademik yang sungguh memuaskan. Dengan bekal nilai yang bagus tersebut, pemuda tersebut berhasil melalui ujian yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Namun pemuda tersebut harus bertemu dengan direktur perusahaan tersebut untuk dilakukan tes wawancara, dan hal tersebut merupakan putusan pemuda tersebut dapat diterima atau tidak.

Direktur tersebut melihat dan mengamati curriculum vitae yang dimiliki oleh pemuda itu. Direktur melihat bahwa nilai akademik dan segala prestasi yang didapat pemuda itu selama sekolah hingga kuliah sangatlah baik. Pemuda itu tidak memiliki catatan buruk sama sekali pada nilai-nilai yang telah diperolehnya.

Hari yang ditunggu pun tiba, pemuda masuk ke ruangan direktur dan memberi salam padanya. Dan setelah berbasa-basi, direktur itu bertanya, “Apakah kamu pernah mendapat beasiswa dalam menyelesaikan pendidikanmu?”

Pemuda itu menjawab, “Tidak pernah pak.”

Direkur bertanya, “Apakah ayahmu yang menanggung biaya pendidikanmu selama ini?”

“Oh, tidak pak. Ayah telah meninggal dunia sejak saya berumur satu tahun. Ibu sayalah yang menanggung biaya pendidikan saya.” jawab pemuda.

Direktur bertanya, “Dimana ibumu bekerja?”

Pemuda menjawab, “Ibu saya bekerja di rumah dan menjadi seorang buruh cuci pakaian kiloan pak.”

Direktur tersebut tiba-tiba melihat ke tangan pemuda itu dan memintanya untuk menjulurkan tangannya agar direktur itu dapat melihatnya lebih jelas. Tangan pemuda tersebut sangat halus dan sempurna. Lalu direktur bertanya, “Apakah kamu pernah membantu pekerjaan ibumu untuk mencuci pakaian?”

Pemuda itu menjawab, “Tidak pernah pak. Ibu saya hanya menginginkan saya untuk belajar dan terus membaca buku untuk meraih nilai yang bagus pak. Lagipula ibu saya telah terbiasa dan dia dapat mencuci lebih cepat daripada saya.”

Direktur berkata, “Baik, saya mempunyai satu permintaan. Ketika kamu sampai di rumah hari ini, raih dan cucilah tangan ibumu. Besok kamu bertemu dengan saya lagi di ruangan ini.” Pemuda tersebut merasa bahwa kesempatan bekerja di perusahaan tersebut makin besar.

Ketika pemuda itu sampai di rumah, dia mencari-cari ibunya dengan senyum bahagia. Dan ketika bertemu, dengan senangnya dia meraih tangan ibunya dan ingin mencucinya. Ibunya merasa aneh tapi bercampur dengan rasa senang melihat tingkah anaknya tersebut. Dia membuka tangannya pada pemuda itu. Pemuda itu lalu membersihkan tangan ibunya dengan perlahan. Pemuda itu meneteskan air mata ketika mencuci tangan ibunya itu. Itu adalah pertama kalinya dia merasa bahwa tangan ibunya sangat kasar dan banyak goresan. Karena bercampur sabun, beberapa goresan itu membuat ibunya merintih kesakitan.

Pemuda itu baru menyadari bahwa semua biaya pendidikan dan kehidupannya dihasilkan dari tangan yang ia pegang saat itu. Goresan-goresan yang terdapat pada tangan ibunya merupakan pengorbanan yang dibayar untuk pendidikan dan masa depannya. Setelah selesai mencuci tangan ibunya, pemuda itu terdiam lalu mencuci pakaian-pakaian yang tersisa di dalam keranjang. Dan hingga larut malam terjadi perbincangan antara ibu dan anak.

Pagi harinya, pemuda itu datang ke ruangan direktur. Direktur itu memperhatikan mata dari pemuda itu dan bertanya, “Bisa kamu ceritakan apa yang telah kamu lakukan dan apa yang telah kamu dapat kemarin di rumah?”

Pemuda menjawab, “Saya mencuci tangan ibu saya dan juga mencuci pakaian-pakaian yang tersisa.”

Direktur itu bertanya, “Tolong jelaskan, apa yang ada pada benakmu?”

Pemuda itu menjawab, “Pertama, sekarang saya telah memahami apa itu apresiasi. Tanpa ibu saya, tidak akan ada kesuksesan untuk saya hari ini. Kedua, dengan bekerja sama dan membantu ibu saya, sekarang saya memahami betapa sulit dan kerasnya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ketiga, saya perlu menghargai akan pentingnya hubungan di dalam keluarga.”

Direktur berkata, “Nah, ini dia orang yang aku cari untuk menjadi manajer di perusahaanku. Aku ingin merekrut seseorang yang dapat menghargai bantuan orang lain, seseorang yang mengetahui bagaimana pengorbanan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu, dan seseorang yang tidak menjadikan uang sebagai tujuan akhir hidupnya. Kamu diterima!”

Setelah itu, pemuda tersebut bekerja dengan giat dan dihormati serta disegani oleh rekan-rekan kerjanya. Seluruh karyawan bekerja dengan rajin dan bekerja secara tim. Perusahaan maju secara drastis.

Leave a comment